Ada hal menarik ketika mempersiapkan pernikahan, dimana untuk kebutuhan seserahan perlu juga menyisipkan sesuatu yang bermakna karena asal usul salah¹ pasangan.
Kebetulan, ayah saya adalah orang Ende Lio, ya ayah dan ibunya yang adalah kakek dan nenek saya asli dari tanah Flores di Nusa Tenggara Timur. Tanah Flores punya etnik² budaya yang unik yang memberikan ciri khas tertentu, bahwa ini lho orang Flores, terkhusus orang Ende Lio.
Salah¹ nya adalah kain tenun ikat. Sejak kecil saya tidak asing dengan kain tenun ikat ini. Why? Ya jelas karena keluarga dari ayah saya kan orang sana, dulu adik² nya ayah saya yang perempuan, itu wajib harus bisa untuk bikin kain tenun ikat ini. Pembuatannya ya manual dengan alat tenun sederhana, bukan dengan mesin. Bahkan wanita² Flores itu wajib hukumnya bisa menenun, kalaupun gak bisa ya, minimal dia tahu teorinya.
Ilustrasi, gambar diambil dari Google
Kain tenun ikat ini diwarnai dan didesign secara manual orang kreatifitas si pembuatnya masing², sehingga hasil karyanya memang otentik sekali sih, memang ada pakem² tertentunya. Saya pernah diberi tahu oleh tanya, tapi ketika itu saya gak begitu memahaminya, mungkin jika dijelaskannya saat ini saya masih bisa memahami dengan lebih baik.
Oh ya, untuk acara besar seperti pernikahan, kain tenun ikat ini pasti wajib ada. Jadi kain tenun ikat untuk pria dan wanita itu berbeda, katanya seperti itu.
Nah untuk acara pernikahan saya dan Dewi nanti, ada kain tenun ikat yang dijadikan barang seserahan nanti. Jadi, ada kiriman kain tenun ikat Ende Lio yang dikirim dari keluarga ayah saya dari Flores, motif pria dan motif wanita.
Kain tenun ikat yang saya dan Dewi terima ini, sebagai pemberian dari keluarga ayah saya ini punya motif, namun motifnya ini saya tidak terlalu memahaminya, namanya apa.
Namun saya mencoba mencari tahu di AI Google dan mendapatkan beberapa informasi, soal makna filosofi dari kain tenun ikat Ende Lio.
Secara umum filosofinya mencerminkan nilai² tradisional, religius, dan sosial masyarakat Lio, di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Nilai religius ini menggambarkan rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan serta kekuatan alam, motifnya tertentu.
Nilai sosial, dimana kain tenun ikat ini sering diikutsertakan dalam acara² besar seperti pernikahan, kelahiran, kematian, serta sebagai simbol status sosial.
Nilai tradisional sebagai kearifan lokal, digambarkan dalam pengetahuan masyarakat, soal flora, fauna, dan lingkungan. Motif kain yang sering dijumpai seperti motif kuda (Jara Elo).
Selain itu, kain tenun ikat juga melambangkan kreatifitas dan keterampilan, dimana pembuatan kain tenun ikat ini diwariskan secara turun-temurun, dimana dibutuhkan kesabaran, ketelitian dan kreatifitas otentik dari para pembuatnya.
Berikut ini beberapa motif tenun ikat Ende Lio yang umum dijumpai, antara lain:
# Motif kelimara: diyakini punya makna simbol kasih sayang atau cinta kasih dari Sang Pencipta yang memberikan kehidupan.
# Motif Lawo Seri: dimaknai sebagai mahkota ratu, digunakan dalam upacara adat, dan rumah adat.
# Motif Jara Elo: ini dimaknai sebagai keberanian dan kegagahan, dan juga sering digunakan untuk syarat meminang seorang gadis. Motif ini yang umum digunakan untuk barang seserahan acara pernikahan, lamaran atau tunangan.
# Motif Mboko Wea: ini menggambarkan suasana saat meminang seorang gadis.
# Motif Ragi: ini sering digunakan untuk pakaian adat pria di Suku Lio, Ende, NTT.
Ada banyak motif lainnya yang gak bisa saya sebutkan satu per satu, ini salah¹ nya yang bisa saya bagikan di sini.
Cara membuat kain tenun ikat?
Pembuatan kain tenun ikat dimulai dengan mengikat benang² pakan dan lungsi. Kemudian benang² itu dicelupkan ke cairan pewarna alami.
Pewarna alami ini dibuat dari tetumbuhan lokal yang memberikan warna khas tertentu secara alamiah. Setelah proses pewarnaan benang² tersebut dirangkai dengan alat tenun tradisional, pada proses ini para penenun harus punya ketelitian tinggi dan kreatifitas yang baik untuk menghasilkan hasil kain tenun ikat yang otentik.
Untuk warna dasar kain pria Ende dan Lio, biasanya hitam atau biru kehitaman. Sedangkan kain wanita sering menggunakan motif flora dan fauna.
Harga untuk kain tenun ikat ini relatif mahal lho, ya bisa ratusan ribu untuk satu kain tenun ikat ini, biasanya dibuat seperti sarung atau selendang/selempang kain, atau kain lembaran dengan ukuran tertentu.
Para wanita Ende Lio biasanya membuat kain tenun ikat lalu dijual, uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena harganya cukup tinggi, apalagi jika motifnya ini unik. Rata² wanita Ende Lio ini bisa membuatnya, tapi entah generasi saat ini apakah bisa membuatnya?
Segitu saja sharing² pembahasan soal bahan kain tenun ikat Ende Lio. Ini jadi kenang²an bagi saya dan Dewi, jadi hadiah khusus bagi kami berdua dari keluarga. Meski saya sendiri tidak begitu lekat dengan budaya orang Flores, namun dengan hadiah kain tenun ikat ini mengingatkan saya bahwa saya ini masih punya darah keturunan dari orang Ende Lio, Flores, NTT.
Sampai jumpa dibahasan soal permainan, entah nanti topik apa lagi yang akan dibahas di sini. Ini kebetulan saja pas dapat topik sesuai karena kebetulan saya mengalami proses ini.
Semoga acaranya nanti lancar, di September dan nanti pada Juni 2026 semuanya dimudahkan dan dilancarkan, mohon doanya ya untuk pembaca Fashionista di sini. Sampai jumpa dipostingan lainnya lagi, masih membahas hal seputar dunia fashion. -cpr
#onedayonepost
#budaya
#serbaserbi
#tenunikatendelio
#flores
#tenunikat
#seserahancore