Setelah kita virtual berkunjung ke Nusa Tenggara Timur, kini kita coba mengunjungi salah¹ daerah di Sumatra yang juga punya kain khasnya. Lokasinya agak ke utara Pulau Sumatra, tapi bukan Aceh. Di Sumatra sendiri, untuk urusan kain² hasil produksi rumahan atau tradisional ada banyak namanya, ada songket, ulos, jumputan, tanjung, semage dll.
Pada postingan kali ini kita hanya akan bahas salah¹ nya saja dulu ya, karena kebetulan saja saya pernah sedikit mengenal budayanya. Bahkan saya pernah datang dan berkunjung ke Pulau Samosir, yang cukup terkenal di sana.
Lokasinya yaitu di Sumatra Utara, tepatnya adalah tanah Batak. Kain yang dikenal dari daerah ini adalah kain ulos. Kain yang punya nilai bagi masyarakat dan warga Batak.
Ilustrasi, kain ulos yang dikenakan para wanita Batak. Gambar diambil dari Google
Kain ulos dekat sekali dengan budaya Batak, kain ini tidak bisa lepas dari upacara² adat seperti pernikahan, kelahiran hingga kematian. Dalam upacara adat pernikahan, kain ulos ini diberikan kepada pengantin sebagai tanda restu dan kebahagiaan. Dalam upacara adat kelahiran, kain ulos diberikan kepada bayi dan orang tuanya sebagai simbol sukacita dan harapan baik. Sedangkan pada upacara kematian, kain ulos diberikan kepada keluarga yang berduka sebagai simbol simpati dan penghormatan.
Kain ulos ini diproduksi secara tradisional, dengan tangan manusia dibantu dengan alat tenun tradisional, bukan dengan mesin.
Kain ulos ini memiliki warna dominan merah, hitam, putih dan ornamen² khas dari tenunan benang emas atau perak.
Kain ulos sendiri pada awalnya digunakan sebagai selendang atau kain penutup tubuh, yang digunakan untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. Makna harfiah ulos sendiri berarti selimut. Seiring waktu ulos punya tempat tersendiri dalam budaya dan kebiasaan masyarakat Batak. Ulos sendiri dilambangkan sebagai ikatan kasih sayang, kedudukan, dan komunikasi dalam masyarakat Batak.
Ulos sendiri merupakan warisan budaya dari peradaban tertua di Asia, sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Pada tanggal 17 Oktober 2014 telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.
Sama seperti kain tenun ikat Ende Lio yang punya motif tertentu, kain ulos pun demikian. Motif ini punya makna simbolis tertentu yang dipahami masyarakat Batak. Berikut beberapa motif kain ulos yang umum diketahui:
π Ulos ragidup, ini melambangkan kehidupan dan doa restu, umum dipilih untuk prosesi adat acara pernikahan. Motif ulos ini merupakan simbol kehidupan dan paling tinggi derajatnya ketimbang motif lain, sehingga tak bisa sembarangan diberikan selama status orang tersebut belum menikahkan anak.
Ulos ragidup, gambar diambil dari Google
π Ulos antakantak, ulos motif ini umum digunakan pada saat momen kedukaan, digunakan sebagai selendang pada saat melayat orang meninggal.
Ulos antakantak, gambar diambil dari Google
π Ulos ragihotang, ini juga umum digunakan pada prosesi adat acara pernikahan, sebagai simbol restu.
Ulos ragihotang, gambar diambil dari Google
π Ulos sibolang, ini serupa dengan ulos antakantak, digunakan pada saat momen kedukaan. Saat tengah mengalami kedukaan, ulos motif ini bisa dikenakan atau digunakan.
Ulos sibolang, gambar diambil dari Google
π Ulos sadum, ulos motif ini biasa digunakan pada saat acara sukacita.
Ulos sadum, gambar diambil dari Google
Itulah beberapa motif ulos yang umum dikenal, setidaknya itu yang AI Google mencatatnya dan disampaikan sebagai pengetahuan yang umum soal motif atau jenis² ulos.
Kain ulos pada saat pernikahan, sering dijadikan 'pemberian' dari keluarga² kepada mempelai. Jika pernah melihat pernikahan adat Batak yang murni Batak, itu akan ada prosesi dimana mempelai akan dikalungi atau dikenakan kain ulos oleh sanak saudaranya, diiringi tarian² tor-tor gitu dengan tangan mengatup-ngatup.
Orang Batak mengenal istilah "mangulosi" yang berarti ritual memberikan ulos pada seseorang, entah sanak keluarga atau siapa pun orang yang hendak diberikan ulos tersebut.
Kain ulos sendiri penggunaannya bisa dikalungkan, bisa juga digunakan sebagai syal, dilingkarkan ke badan, atau dengan cara lain seperti sebagai pengikat kepala.
Umumnya, ulos yang dipakaikan dengan cara diselempangkan itu untuk para raja. Soal warna dominan kain ulos, para raja dan ratu biasanya menggunakan warna emas dan merah.
Tapi pada dasarnya warna ulos itu hanya ada tiga, yaitu warna hitam, putih dan merah. Ketiga warna ini disimbolkan sebagai ragi kehidupan. Merah artinya keberanian, hitam artinya kepemimpinan dan putih artinya kesucian. Nah diluar ketiga warna utama tadi disebut dengan nama sekka-sekka.
Harga kain ulos yang menggunakan benang biasa itu berkisar Rp 300rb - Rp 500rb, jika menggunakan sutra harganya bisa mencapai Rp 5 juta.
Segitu saja sepertinya pembahasan saya seputar kain ulos, semoga bisa menambah pengetahuan kita semua seputar salah¹ kain tradisional nusantara dari Sumatra.
Jika mengingat flashback ke belakang, sebenarnya hampir saja saya berurusan dengan orang Batak dan masuk ke dalam rumpunnya, namun takdir berkata lain, jadi saya cukup tahu saja dari literatur dan baca, tidak terlalu terpikirkan juga, toh saya sadari dari nenek moyang saya sendiri orang Flores punya kain tenun tradisional yang juga gak kalah, punya nilai² budaya yang 11-12 lah, karena memang nusantara kita kaya raya akan budaya demikian.
Btw, yang menikah dengan orang Batak, sudah punya berapa set kain ulos yang diterima saat proses mangulosi saat kalian nikah? Salah¹ aset investasi yang cukup lumayan lho, mengingat harga kain ulos otentik yang saya sebutkan tadi relatif mahal lho.
Sampai jumpa pada bahasan lainnya, soal dunia fashion atau serba-serbinya. -cpr
#onedayonepost
#budaya
#serbaserbi
#umum
#kainulos
#ulosbatak
#mangulosi